1. Museum Brawijaya Malang
Museum Brawijaya adalah salah satu mesuem yang menyimpan banyak sekali sejarah – sejarah jaman penjajahan. Barang – barang peninggalan para pahlawan kita terjajar rapi disana. Dari mulai barang yang paling kecil seperti radio hingga barang – barang besar seperti mobil dan senjata – senjata.Tahun 1952. Museum didirikan dengan melatar belakangi perjuangan TKR dan rakyat Jatim dari Agresi Militer Belanda I dan II. Museum Brawijaya dibangun atas prakarsa oleh brigjen TNI (Purn) Soerachman Pengdam VIII/BRW Tahun 1959 – 1962. Motto Museum Brawijaya "CITRA UTHA PANA CAKRA (cahaya yang membangkitkan semangat)".Museum Brawijaya diresmikan pada tanggal 04 Mei 1968 oleh Kolonel Pur. Dr. Soewondo. Terkenal dengan nama CITTA UTTHAPANA CAKRA yang berarti Api Penyebar Semangat dengan luas area mencapai 6825 m2, terbagi atas 2 area utama. Yaitu area pamer dan perkantoran. Berikut ini beberapa koleksi dari museum Brawijaya. Di depan museum itu dipajang koleksi Tank yang digunakan pada pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya. Kemudian ada senjata penangkis Serangan Udara yang disita oleh BKR pada September 1945 dari tangan Tentara Jepang. Meriam Cannon 3,5 Inch yang diberi nama Si Buang disita oleh TKR di Desa Gethering Gresik dari Tentara Belanda pada 10 Desember 1945. Kemudian Tank AMP-TRACK yang digunakan dalam pertempuran para pejuang TRIP.
Dibagian belakang museum terdapat icon dari Museum Brawijaya yaitu
gerbong maut sebuah gerbong barang yang digunakan untuk mengangkut 100
Pejuang Indonesia dari Bondowoso ke Surabaya dalam keadaan pintu
tertutup rapat dan tanpa ada lubang angin, hingga menewaskan hampir
seluruh penumpang dan menyisakan 12 orang selamat. Selain itu Di bagian
depan museum dipajang koleksi Tank yang digunakan pada pertempuran 10
Nopember 1945 di Surabaya. Kemudian ada senjata penangkis Serangan Udara
yang disita oleh BKR pada September 1945 dari tangan Tentara Jepang.
Meriam Cannon 3,5 Inch yang diberi nama Si Buang disita oleh TKR di Desa
Gethering Gresik dari Tentara Belanda pada 10 Desember 1945. Kemudian
Tank AMP-TRACK yang digunakan dalam pertempuran para pejuang TRIP.
Koleksi lainnya yang terdapat di dalam museum yaitu:
mobil “DE SOTO USA”, mobil yang digunakan Kolonel Soengkono sebagai
kendaraan dinas yang pada waktu itu menjabat sebagai Panglima Divisi
Brawijaya (Divisi I JATIM)1948-1950 di JATIM. Barang-barang peninggalan
panglima besar jenderal Sudirman.
Foto-foto jaman perjuangan hingga foto Malang tempo dulu.
Komputer-komputer berukuran besar jaman dulu dan lain-lain.
Area pameran terbagi menjadi 5 area, yaitu:
1. Lokasi Halaman Depan Halaman depan Museum Brawijaya diberi nama
“Agne Yastra Loca” yang berarti taman senjata api revolusi. Halaman
depan tersebut merupakan ruang pameran terbuka yang memamerkan
benda-benda bersejarah khususnya senjata-senjata berat dan kendaran
lapis baja yang memiliki nilai sejarah.
2. Ruang Lobi. Pada ruangan ini terdapat tiga koleksi yang dapat dilihat oleh para pengunjung, diantaranya:
a.Relief penugasan pasukan Brawijaya
b.Relief kekuasaan Kerajaan Majapahit
c.Lambang- lambang kesatuan / Kodam seluruh Indonesia.
3. Ruang 1. Koleksi yang terdapat pada ruangan ini mulai dari tahun
1945 – 1949. Pada ruangan ini pengunjung akan diperlihatakan benda-benda
bersejarah, seperti mobil De Soto, foto-foto mantan panglima Jawa
Timur, senjata api, dsb. Yang paling menarik dari ruangan ini yaitu
terdapatnya meja dan kursi yang digunakan oleh Bung Karno, Bung Hatta,
Kol. Soengkono dalam melakukan perundingan terhadap pihak Belanda yang
disebut dengan “Perundingan meja bundar”.
4. Ruang 2. Koleksi yang terdapat pada ruangan ini mulai dari tahun
1950 – sekarang. Di ruangan ini terdapat benda-benda bersejarah seperti
komputer yang digunakan pada masa itu, dsb. Di ruangan ini juga terdapat
foto-foto yang menarik untuk dilihat, seperti foto-foto yang
menceritakan operasi khusus yang dilakukan dalam menumpas pemberontakan
yang terjadi di Indonesia, dan juga terdapat foto-foto kota Malang tempo
dulu.
5. Halaman Tengah. Pada ruangan terbuka ini, pengunjung akan
diperlihatkan 2 buah benda bersejarah yang memiliki cerita tersendiri
sehingga memberikan nama yang menarik pada kedua benda tersebut. Nama
pada kedua benda tersebut adalah “Gerbong Maut” dan “Perahu Sigigir”.
Sumber:museumindonesia/ufiqsosial
2. Museum Bentoel
Istilah ‘bentoel’ atau rokok ‘bentoel’ pasti tak asing di telinga Anda. Ya, rokok ini memang sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Namun tahukah Anda bahwa cikal bakal munculnya brand ini adalah di kota Malang. Bahkan di kota apel ini terdapat Museum Bentoel yang menarik untuk disambangi.
Museum Bentoel memang belum banyak
dikenal orang. Maklum, museum ini baru dibuka untuk publik sejak akhir
tahun 2013. Museum Bentoel berada di Pecinan Kecil atau Jalan Wiromargo
32 Klojen Malang, kira-kira 50 meter dari pertigaan Jl. Sersan Harun
Pasar Besar Malang. Bangunan museum berdiri di atas lahan seluas 400 m2
dengan halaman yang cukup luas.
Bangunan yang terkesan kuno ini merupakan
hasil dari renovasi dan rekonstruksi yang tampilannya mendekati
keaslian rumah pemilik dan pendiri PT. Bentoel, Ong Hok Liong. Museum
ini mengisahkan perjalanan Ong dalam mengawali usaha rokoknya dan
mengelolanya sampai berkembang pesat. Dari lukisan yang dipajang di
dalam museum, tertulis dengan jelas bagaimana kronologi berdirinya rokok
Bentoel ini. Tahun 1910, Ong Hok Liong mencoba rokok dengan merajang
tembakau menggunakan pisau khusus, mengeringkannya dan membukus dengan
menggunakan klobot jagung. Ternyata inovasi baru yang ia ciptakan
diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar.
Kemudian Ong Hok Liong membuat beberapa brand
rokok hasil ciptaannya menjadi beberapa merek seperti Boeroeng,
Kelabang, Kendang, Djeroek Manis, dan Toerki. Namun rokok-rokok tersebut
tidak mampu bersaing dengan baik di pasar alias kurang laku. Akhirnya
Ong Hok Liong mengganti merek rokoknya menjadi Bentoel setelah ia
melakukan perjalanan spiritual ke makam Eyang Jugo di Gunung Kawi tahun
1935. Saat itu, Ong bermimpi melihat penduduk setempat memikul bentoel,
sejenis talas atau umbi dari tanaman keluarga Araceae. Nama ‘bentoel’
itulah yang akhirnya ia anggap sebagai wangsit yang diterimanya selama
menjalankan ritual. Terbukti, setelah ia mengganti merek rokoknya
menjadi bentoel, usahanya pun makin berkembang.
Bahkan pada akhir tahun 1960-an, Bentoel
Group menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang memproduksi rokok
kretek filter buatan mesin dan membungkus kotak rokoknya dengan plastik.
Inovasi-inovasi ini kemudian menjadi standard pada industri
tembakau nasional. Pada tahun 1990 perusahaan Bentoel menjadi perusahaan
publik terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya. Rajawali Group
mengambil alih pengelolaan dari perusahaan Bentoel pada tahun 1991.
Kemudian pada tahun 2000, perusahaan Bentoel mengubah nama perusahaan
menjadi PT Bentoel Internasional Investama Tbk. Tahun 2009 British
American Tobacco plc. mengakuisisi PT Bentoel Internasional Investama
Tbk. PT Bentoel Internasional Investama Tbk kemudian bergabung dengan PT
BAT Indonesia Tbk pada tahun 2010, dengan tetap mempertahankan nama
Bentoel.
Museum Bentoel memiliki beberapa ruangan
yang berfungsi ganda yakni sebagai tempat usaha dan sebagai tempat
hunian keluarga. Ruang depan, untuk berkumpulnya keluarga dan mengurus
usaha, sedangkan bagian belakang sebagai tempat penyimpanan. Meskipun
bangunan terlihat kuno, ruang bagian dalam museum ini sudah direnovasi
dengan memberikan sentuhan modern. Tata letak ruang dan penempatan
barang yang ada di dalamnya memberikan cerita perjalanan dari awal
pendirian PT Bentoel. Menuju ke arah belakang menggambarkan kekinian
dari sejarah Bentoel.
Memasuki area museum terdapat beberapa
kursi tamu yang terletak di kanan kiri pintu masuk. Nama Ong Hok Liong
dan lambang PT Bentoel yang berupa umbi bentoel atau talas terpampang di
sisi kanan pintu masuk. Masuk ke dalam museum terdapat sebuah patung
perunggu menggambarkan diri Ong Hok Liong. Di ruang bagian depan juga
terdapat sejumlah foto, silsilah, kata-kata filosofi, dan kisah
pemilihan nama perusahaan. Perabotan yang ada merupakan perabotan asli
yang dulu digunakan oleh Ong Hok Liong, seperti sebuah kulkas General
Electric buatan Amerika yang dipajang di sisi tempat tidur kayu dalam
kamar Blitar.
Dua ruangan di sisi kiri masing-masing
menampilkan kisah saus racikan Ong Hok Liong yang memiliki cita rasa
tersendiri sebagai pembeda rokok Bentoel dengan rokok lainnya. Juga
ditampilkan perkembangan usaha Bentoel hingga pembuatan rokok kretek
putih. Di ruang belakang dipajang berbagai koleksi rokok yang pernah
diproduksi oleh Ong Hok Liong berupa lemari kaca.
Sentuhan modern dan multimedia membuat
pengunjung merasa kerasan berlama-lama di tempat ini. Secara
keseluruhan, pengunjung diajak melanglang buana mengikuti alur
perkembangan Bentoel dari awal berdiri sampai kondisi saat ini, baik
melalui barang-barang peninggalan, galeri foto, maupun dari multimedia.
Museum Bentoel buka tiap hari
Selasa-Minggu mulai pukul 08.00-15.00 WIB. Tiket masuk museum ini
gratis, tanpa dipungut biaya apapun. Pengunjung hanya diminta melapor
dan mengisi buku tamu di kantor sekuriti dekat pintu gerbang masuk.
Untuk mencapai Museum Bentoel, Anda dapat
naik kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat. Dari kota
Malang, arahkan kendaraan Anda menuju Klojen atau Pasar Besar Malang.
Dari pasar ini jaraknya hanya sekitar 50 meter. Museum ini cukup mudah
dikenali sebab merupakan satu-satunya bangunan di Jl. Wiromargo 32 yang
memiliki halaman luas. Jika menggunakan kendaraan umum, pengunjung bisa
naik bus jurusan Malang-Klojen dan turun di Pasar Besar Malang. Dari
sini Anda dapat menumpang ojek hingga ke lokasi.
3. Museum zoologi Frater Vianney
Museum Vianney, Fr. Clemens BHK selaku Direktur dari Museum tersebut sedang berada di tempat, sehingga kami dapat bertatap muka dan berbincang-bincang dengan beliau. Mungkin dari sekitar lima museum yang terdapat di Malang Raya, Museum Zoologi “Frater Vianney BHK” atau lebih sering disebut dengan “Museum Vianney,” adalah museum yang kurang populer di kalangan masyarakat Kota Malang. Lokasi museum yang cukup jauh dari pusat kota serta publikasi yang kurang, menjadikan museum ini tidak dikenal luas. Pengunjung museum ini rata-rata adalah anak-anak sekolah, dan kelompok-kelompok tertentu yang memiliki minat terhadap Zoologi. Jarang sekali terlihat masyarakat umum yang sengaja berkunjung ke tempat ini. Museum yang terletak di Jalan Karangwidoro 7, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang ini, berada tidak jauh dari lokasi Candi Badut dan Candi Karangbesuki. Ratusan spesimen konkologi (cabang zoologi yang mempelajari kerang-kerangan darat dan laut) serta herpetologi (cabang zoologi yang mempelajari reptil) dalam keadaan sudah terklasifikasi. Koleksi yang sangat langka dan satu-satunya di Indonesia ini memang sangat cocok dijadikan media pembelajaran bagi para pelajar dan masyarakat umum.
Direktur Museum Zoologi, Frater M. Clemens BHK, menjelaskan bahwa ratusan koleksi museum itu adalah gabungan dari koleksi almarhum gurunya, Frater Vianney BHK dan koleksinya sendiri. Koleksi itu meliputi sedikitnya 80 famili hewan Mollusca
(hewan avertebrata bertubuh lunak) yang ada di Indonesia. Ratusan
spesimen di museum ini sudah tertata dan diidentifikasi dengan baik oleh
kedua Frater tersebut; dan sebagian disumbangkan ke Perguruan Tinggi.
Gedung museum ini sendiri sebenarnya
sudah cukup layak, hanya memang kurang luas, sehingga jika pengunjung
cukup banyak, dipastikan mereka akan saling berdesakan. Museum ini
terdiri dari dua ruang utama; ruang pertama untuk ruang terima tamu dan
menyimpan beberapa koleksi kerang, ular hidup, dan penyu, sementara
ruang kedua berisi lemari-lemari besar yang bagian depannya ditutup
dengan kaca untuk display koleksi aneka macam kerang, dan
beberapa hewan yang diawetkan. Semuanya terawat dengan baik. Dari semua
koleksi yang dikumpulkan di sini, yang paling mencolok adalah koleksi
kerang yang mencakup segala macam ukuran dan bentuk, seperti Kima yang berukuran besar, Kerang Mutiara berbentuk pipih, Telescopium yang menyerupai teleskop. Juga terdapat Nautilus yang selama 500 juta tahun bentuk fisiknya tidak mengalami perubahan sehingga dipuja sebagai fosil hidup. Juga kerang Epitonium yang sangat langka. Koleksi museum lainnya adalah burung Cendrawasih, burung hantu, kura-kura, kubung terbang. Dari kelas reptilia ada ular awetan basah meliputi ular weling, ular cincin mas, ular hijau; serta Iguana, dan juga terdapat awetan kering Singa (Panthera leo) hadiah dari Ngayogyakarta Hadiningrat.
Ratusan pelajar dari berbagai sekolah secara berkala mengunjungi museum ini sebagai tempat pembelajaran terutama dalam bidang biologi. Bahkan untuk beberapa sekolah, kunjungan ke museum ini merupakan kunjungan berkala bagi anak didik baru agar lebih mengenal keanekaragaman fauna.
Ratusan pelajar dari berbagai sekolah secara berkala mengunjungi museum ini sebagai tempat pembelajaran terutama dalam bidang biologi. Bahkan untuk beberapa sekolah, kunjungan ke museum ini merupakan kunjungan berkala bagi anak didik baru agar lebih mengenal keanekaragaman fauna.
Sekilas Kisah Fr.Clemens BHK
Mencermati gaya hidup Frater Maria Vianney BHK,
penampilan, cara mengajar, kedekatannya dengan sesama, cinta pada ilmu
pengetahuan, sangat mempesona dan memikat hati. Seluruh gaya hidup
beliau berimbas pada saya selaku anak didiknya. Saya kagum dan merasa
tertarik. Dari keterpesonaan inilah, akhirnya seluruh jalan hidup saya
mengalir dan bermuara ke sumber dan muara yang dilewati oleh Vianney.
Saya akhirnya dengan ikhlas menggabungkan diri dengan Kongregasi Frater Bunda Hati Kudus (BHK). Pada 1961 saya resmi menjadi anggota kongregasi dalam acara penerimaan dan pengenaan busana (jubah) kebiaraan.
Mulai saat itu namaku yang semula JOHANES DJUANG KEBAN berubah menjadi Frater MARIA CLEMENS BHK. Juni 1963 saya menyelesaikan pendidikan Sekolah Guru A (SGA) dan dipindahkan ke Kupang, Nusa Tenggara Timur, untuk mengajar di Sekolah Dasar Katolik yang dikelola oleh Yayasan Swastisari. Sebelum itu, Vianney telah dipindahkan ke Ndao, Ende, Flores, sebagai kepala SGA Ndao. Rencana mutasi saya ke Kupang ternyata terhambat sulitnya mendapatkan kapal dari Larantuka ke Kupang. Saya disarankan untuk menunggu di Ende, yang selalu disinggahi dua kapal Pelni (KM Rainy dan KM Nanas) secara reguler. Betapa hati saya berbunga karena akan berjumpa dengan Vianney. Selama saya di Ende, beliau meminjami saya buku tentang ular Ophidia javanica. Buku ini karangan beliau sendiri. Saya diminta mempelajari dan meringkasnya untuk dibawa ke Kupang, Pulau Timor. Akhirnya, pada pertengahan September 1963 dengan KM Nanas saya tiba di Kupang, kota karang. Di sini niat mengoleksi bakat ‘turunan’ itu mulai kuwujudkan.
Kegiatan saya setiap hari Sabtu sepulang sekolah ialah bersepeda keluar kota Kupang bersama sejumlah anak SD. Kami memasuki semak belukar sepanjang pesisir pantai atau naik turun bukit kapur. Kegiatan ini memang ekstra repot. Harus membungkukkan tubuh, melirik ke lubang-lubang batu, barangkali di sana buruan-buruan kami sedang istirahat (ular, gecko, atau biawak).
Desember 1963, musim penghujan, tampak alam menghijau permai. Kami menangkap biawak (Varanus) yang asyik berkeliaran memangsa laron. Kali ini kami menangkap tiga ekor biawak. Biawak ini kemudian diteliti. Saya menyimpulkan bahwa ini bukan biawak biasa [umumnya disebut Varanus salvator, yang dagingnya biasa disantap]. Panjangnya mencapai dua meter. [Yang biasa ditangkap di Pulau Timor mencapai 80 cm.] Warna dasar cokelat tua diselingi bintik-bintik kuning. Biawak jenis ini biasa berkeliaran pada musim hujan.
Saya mengalami hambatan dalam proses
pengawetan. Bagaimana harus menyuntik, memasukkan formalin 40 persen.
Ada usulan bahwa saya berkonsultasi ke kantor Dinas Kehewanan. Akhirnya,
saya berhasil menjumpai Bapak Djari. Selain dekan Fakultas Peternakan,
Universitas Nusa Cendana, Bapak Djari juga menjabat kepala Dinas
Kehewanan. Menurut beliau, formalin dapat dibeli di rumah sakit. Dan
beliau berjanji membantu penyuntikan Varanus.
Akhirnya, saya mulai mengandalkan imajinasi saya. Pyton timorensis nama yang kuberikan kepada sejenis ular pyton yang saya tangkap di Pulau Timor. Untuk biawak kuberi nama Varanus timorensis meskipun saya sendiri menyangsikannya.
Akhirnya, saya mulai mengandalkan imajinasi saya. Pyton timorensis nama yang kuberikan kepada sejenis ular pyton yang saya tangkap di Pulau Timor. Untuk biawak kuberi nama Varanus timorensis meskipun saya sendiri menyangsikannya.
Seekor yang telah diawetkan saya kirim kepada Frater Vianney di Ende, Flores. Apa jawaban beliau? Ternyata, menurut Vianney, Varanus itu juga terdapat di Australia Utara. Sedangkan nama yang kuberikan sangat tepat, katanya.
http://pesonamalangraya.com/museum-vianney-satu-satunya-museum-zoologi-di-indonesia/
4. Perpustakaan Kota Malang
Perpustakaan Umum Kota Malang yang memiliki motto: “Pelayanan Sepenuh Hati; Membangun Indonesia Melalui Buku” ini, merupakan salah satu sarana umum bagi masyarakat yang gemar membaca ataupun bagi pelajar dan mahasiswa yang memerlukan informasi melalui media buku. Perpustakaan yang selesai dibangun pada tanggal 17 Agustus 1965 atas sumbangsih OPS Rokok Kretek dan diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1966 oleh Pemda Kotamadya Dati II Malang tersebut, dibangun kembali pada akhir tahun 2003 dan diresmikan tanggal 23 Desember 2004 oleh Walikota Malang Drs. Peni Suparto.
Desain eksteriornya juga sudah berubah
total. Kalo dulu berwarna putih dan terkesan sepi, kini warnanya diganti
dengan warna kuning dan oranye yang mencolok serta desain bangunannya
juga sudah bergaya modern. Mungkin warna mencolok ini bertujuan untuk
mengubah pandangan masyarakat tentang sebuah perpustakaan yang biasanya
sepi, kurang terawat, dan hanya untuk kalangan terbatas. Desain
interiornya kini juga sudah memenuhi standar modern, nyaman, bersih,
rapi, dan sesuai dengan tuntutan zaman pada saat ini. Hal ini terbukti
dengan adanya fasilitas Hot-Spot, katalog perpustakaan yang sudah menggunakan sistem komputer, ruang baca yang cukup nyaman, serta sarana fotocopy bagi yang ingin menyalin isi dari sebuah buku.
Sistem administrasinya juga sudah dibenahi. Mulai dari petugas yang
melayani pendaftaran anggota baru, peminjaman dan pengembalian buku,
serta fasilitas locker bagi pengunjung untuk menyimpan tas atau bungkusan yang memang dilarang untuk dibawa masuk ke area perpustakaan.
Pengunjung juga dilarang membawa makanan
dan minuman ke area perpustakaan, serta dilarang merokok. Secara garis
besar perpustakaan ini memang dibagi menjadi tiga ruang utama; lantai
pertama untuk ruang baca anak-anak, informasi, kantin, terima tamu, fotocopy, tempat pendaftaran anggota baru, serta locker.
Ruang Baca Anak didesain dengan
warna-warna cerah khas anak-anak disertai gambar-gambar yang menarik
perhatian; buku-buku yang disajikan juga lumayan lengkap mulai dari
cergam, komik, hingga buku-buku pengetahuan ringan. Lalu ada satu ruang
di bagian belakang perpustakaan untuk aneka macam pameran seperti
pameran lukisan, foto, buku, serta kegiatan lainnya.
Ruang utama ada di lantai dua yang berisi buku-buku umum, ruang baca, dan internet.
Layanan Perpustakaan Kota Malang meliputi :
- Layanan Peminjaman Buku
- Layanan Perpustakaan Keliling
- Layanan Penelusuran Bahan Pustaka
- Layanan Layanan Referensi
- Layanan CD Interaktif
Jam Buka Layanan
- Senin – Jum’at : 08.00 – 20.00 WIB
- Sabtu : 09.00 – 16.00 WIB
- Minggu : 09.00 – 15.30 WIB
- Hari Libur Nasional : 09.00 – 16.00 WIB
Penelusuran Bahan Pustaka
• Data Penelitian | |
• CD Ilmu Pengetahuan | • Sarana Bermain Anak |
• Warung Internet | • Ruang Pertemuan |
• Hotspot | • Bis Layanan Keliling |
• Ruang Baca Anak | • Bedah Buku |
• Ruang Baca Umum | • Cafe |
• Ruang Pameran | • Ruang Publik |
• Ruang Diskusi |
Koleksi Buku :
- Jumlah Buku : 42.819
- Jumlah Judul : 26.155
- Referensi : 5.060
- Umum : 27.506
- Anak-anak : 5.765
Pendaftaran Anggota :
- Mengisi Formulir Pendaftaran
- Berdomisili di Kota Malang
- Melampirkan fotocopy KTP/KTM
- Menyerahkan 3 lembar foto 2×3 cm
- Kartu Anggota berlaku 1 tahun mulai saat pendaftaran
- Kartu Anggota tidak dapat digunakan oleh orang lain
Peminjaman Bahan Pustaka :
- Peminjaman dilakukan menggunakan kartu anggota
- Jumlah maksimum peminjaman 2 (dua) eksemplar
- Lama peminjaman maksimum 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang 2x peminjaman
- Untuk peminjaman berikutnya harus mengembalikan peminjaman sebelumnya
- Untuk buku referensi, skripsi, tugas akhir, dan terbitan berkala atau serial tidak dapat dibawa pulang
Sanksi :
Keterlambatan pengembalian bahan pustaka dikenakan sanksi denda sebesar Rp 500,oo per hari untuk satu buku.
Kehilangan buku dikenai biaya Rp 5.000,00 per buku ditambah penggantian buku dapat berupa buku yang sama atau uang sejumlah :
Kehilangan buku dikenai biaya Rp 5.000,00 per buku ditambah penggantian buku dapat berupa buku yang sama atau uang sejumlah :
- 1 x harga buku untuk buku dalam negeri
- 2 x harga buku untuk buku langka dalam negeri
- 3 x harga buku untuk buku luar negeri
Perbaikan atas kerusakan buku dapat dilakukan oleh petugas maupun peminjam atas izin dari petugas.
Pencurian/merobek atau merusak bahan pustaka dikenai sanksi perihal perusakan fasilitas umum.
Pencurian/merobek atau merusak bahan pustaka dikenai sanksi perihal perusakan fasilitas umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar